SUNATULLAH
Sunnatullah (Arab:سنة الله) berarti tradisi Allah dalam melaksanakan
ketetapanNya sebagai Rabb yang terlaksana di alam semesta
atau dalam bahasa akademis disebut hukum alam. Sunnah
atau ketetapan Allah antara lain:
1.
Selalu ada dua kondisi saling
ekstrem (surga-neraka, benar-salah, baik-buruk)
2.
Segala sesuatu diciptakan
berpasangan (dua entitas atau lebih). Saling cocok maupun saling bertolakan.
3.
Selalu terjadi pergantian dan
perubahan antara dua kondisi yang saling berbeda.
4.
Perubahan, penciptaan maupun
penghancuran selalu melewati proses.
5.
Alam diciptakan dengan
keteraturan.
6.
Alam diciptakan dalam keadaan
seimbang.
7.
Alam diciptakan terus berkembang.
8.
Setiap terjadi kerusakan di alam
manusia, Allah mengutus seorang utusan untuk memberi peringatan atau memperbaiki
kerusakan tersebut.
9.
Adanya kelahiran dan kematian
Kata
sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah
antara lain berarti kebiasaan. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah
dalam memperlakukan masyarakat. Dalam al-Quran kata sunnatullah dan yang
semakna dengannya seperti sunnatina atau sunnatul awwalin terulang
sebanyak tiga belas kali.
Sunnatullah
adalah hukum-hukum Allah yang disampaikan untuk umat manusia melalui para
Rasul, undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di
dalam al-Quran, hukum (kejadian) alam yang berjalan tetap dan otomatis.
Sunnatullah
menurut pakar teologi, seperti yang dikatakan oleh Mulyadi Kartanegara bahwa
alam diatur melalui apa yang oleh al-Quran disebut sebagai sunnatullah.
Sunnatullah menurut hemat saya berbeda dengan hukum alam (natural law), karena
sementara hukum alam tidak mengizinkan suatu pengertian kreatifitas apapun,
sunnatullah memberikannya. Sunnatullah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam
menyelenggarakan alam. Sunnah mengandaikan sebuah kebiasaan (adat, menurut
istilah al-Ghazali).
Dalam
hukum alam, kemungkinan mukjizat tidak mendapat tempat, sementara dalam
sunnatullah, kemungkinan tersebut tidak dinafikan. Kalau hukum alam
mengandaikan sebuah aturan yang tidak mungkin dilanggar, dalam sunnah atau adat
pelanggaran terhadap kebiasaan tidak menimbulkan sesuatu yang mustahil. Justru
adanya kekecualian atau penyimpangan maka adat menjadi adat atau sunnah dan
bukan sebuah hukum yang tidak bisa dirubah.
Sunnatullah
berlaku secara umum di alam semesta ini, yang menyebabkan adanya kesan
keteraturan di dalamnya, sehingga alam semesta disebut kosmos bukan chaos.
Tetapi pada level yang lebih tinggi tindak kreatifitas Tuhan mempunyai
batas-batas determistik dunia mekanik. Kalau pada level dunia normal, hukum
mekanik menjadi ciri yang dominan maka pada level sub atomic hukum mekanik
tidak berlaku lagi pada prinsip indeterminisme yang justru dominan.
Sebagian
orang berpendapat bahwa hukum alam mendahului hukum Tuhan. Yang pertama
dianggap berubah menjadi yang kedua, ketika manusia mengambilnya, maka dia
menisbahkan hukum alamnya kepada Tuhan, dan keyakinannya mengkristalkan bahwa
dia berhutang budi pada wujud, sistem dunia, dan kaidah-kaidah
kemasyarakatannya pada kekuatan transenden yang gaib. Menurut keyakinan ini,
tidak ada artinya bagi manusia untuk memperoleh dari dirinya dan tidak ada
hukum yang dia lahirkan sendiri. Manusia memiliki tujuan yang melampaui
dirinya, manusia tidak merealisasikan wujudnya kecuali dengan meraih tujuan
gaib dan telah ditakdirkan ini.
Pengikut
hukum alam dan pengikut hukum Tuhan mencapai titik temu, terlepas dari
perbedaan keduanya. Jadi hukum alam adalah imanen sedangkan hukum Tuhan adalah
transenden.
Dalam
alam pertentangan, perkelahian, dan konflik adalah abadi. Manusia hanya tunduk
pada kecenderungan-kecenderungannya dan hanya taat pada dirinya, dan tidak
berjalan kecuali demi eksistensinya di hadapan pihak lain. Hukum alam adalah
penetapan diri pada batas yang lebh tinggi, dan ia adalah yang benar yang tidak
terbatas dalam segala hal yang diinginkan, dijauhi dan dikuasai atau diraih
oleh manusia, sebagaimana dikatakan sebagai yang benar atas segala hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar